Beranda | Artikel
Hadits Tentang Niat dan Hijrah
Rabu, 1 Juli 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Hadits Tentang Niat dan Hijrah merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah كتاب صحيح الترغيب والترهيب (kitab Shahih At-Targhib wa At-Tarhib) yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Rabu, 10 Dzulqo’dah 1441 H / 1 Juli 2020 M.

Download kajian sebelumnya: Allah Menolong Islam Dengan Doa Dan Keikhlasan Orang Lemah

Kajian Hadits Tentang Niat dan Hijrah

Kita masuk hadits yang ke-10, hadits yang sangat masyhur dan mungkin para penuntut ilmu sering mendengarnya. Dari Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إنما الأعمال بالنية وفي رواية بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه

“Sesungguhnya amal itu dengan niat (lafadz yang kedua: dengan niat-niat). Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan (maksudnya ia akan mendapatkan pahala atau dosa). Maka barangsiapa yang (niat) hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Tapi siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia raih, atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya tersebut disesuaikan dengan niat daripada hijrahnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan An-Nasa’i)

Lihat juga: Hadits Arbain Ke 1 – Innamal A’malu Binniyat

Kalau niat hijrah seseorang karena Allah, dia mendapatkan pahala. Tapi kalau niatnya karena dunia, dia tidak mendapatkan pahala. Kalau niat hijrahnya karena wanita, ini tidak mendapatkan pahala.

Hadits ini hadits yang sangat masyhur, kita tidak akan berpanjang lebar membahasa hadits ini karena sudah seringkali dibahas. Ini menunjukkan bahwa setiap amal, maka pada waktu itu harus dengan niat. Walaupun para ulama memberikan pengecualian bahwa perbuatan yang sifatnya meninggalkan tidak diharuskan padanya niat. Tidak disyariatkan misalnya setiap hari kita berniat hari saya berniat tidak berzina, tidak mencuri, tidak begini, tidak begini, dan seterusnya yang sifatnya meninggalkan. Demikian pula yang berhubungan dengan masalah bersuci. Kalau misalnya kita ada najis di badan kita kemudian tiba-tiba adalah orang yang menyemprot kita dengan air dan bersih dengan sendirinya dan kita tidak meniatkan, maka ini juga sudah mencukupi.

إنما الأعمال بالنية

ب di sini mempunyai makna “ba lil mushohabah” atau menyertai. Sehingga itu menunjukkan bahwa niat harus berada diawal dan niat itu harus terus menyertai amal dari awal sampai akhir. Maka kalau ternyata niat itu terputus di tengah, maka pada waktu itu menyebabkan amal tersebut tidak sah. Contohnya ketika seseorang tidur jam 11 siang dan baru bangun jam 4 sore, lalu dia langsung shalat dengan niat shalat ashar. Ditengah perjalanan shalat dia ingat belum shalat dzuhur, maka di tengah shalat tersebut dia segera ubah niatnya menjadi shalat dzuhur, maka ini tidak sah. Karena niat dia bukan diawal dan dia sudah memutus niat shalat ashar di tengah. Maka dia wajib mengulangi kembali shalat dengan niat shalat dzuhur kemudian setelah itu dia shalat kembali dengan shalat ashar.

Pengertian Niat

Niat secara bahasa adalah keinginan dan tujuan. Al-Imam Al-Baidhawi berkata bahwa niat adalah munculnya di hati keinginan untuk menuju sesuatu yang sesuai dengan tujuannya berupa mendatangkan manfaat atau menolak mudharat. Jadi sebatas apa yang ada di dalam hati sudah dianggap niat. Dan yang namanya perbuatan manusia -saudaraku- tidak lepas dari niat. Tidak mungkin ada orang berkata: “Saya tadi makan tanpa niat.” Tidak mungkin tangan dan mulutnya gerak sendiri, kecuali orang ngelindur (mengigau), demikian pula orang yang mabuk, itu dibawah alam sadar. Adapun dalam keadaan dia sadar, kemudian dia mandi dan yang lainnya tidak mungkin dia berkata: “Tadi saya mandi tanpa niat.”

Al-Imam Ibnul Jauzi berkata: “Kalaulah kita diberikan beban untuk melakukan perbuatan tanpa niat, tentu ini beban yang mustahil.” Jika kita disuruh melakukan perbuatan tanpa niat, ini sesuatu yang tidak mungkin.

Sesungguhnya amal itu dengan niat

Sudah kita sebutkan tadi bahwa ada dua riwayat. Riwayat yang pertama dengan bentuk tunggal, بالنية (dengan satu niat). Maka dengan bentuk tunggal, atas dasar ini dijadikan dalil oleh Ibnu Hazm bahwa tidak boleh ada satu niat dalam satu amal. Jadi kalau kita mau shalat dua rakaat dengan dua niat; tahiyatul masjid dan shalat dhuha, ini menurut Ibnu Hazm tidak boleh.

Lafadz yang kedua dengan bentu jamak, بالنيات (dengan niat-niat). Sehigga hal ini dijadikan dalil oleh jumhur bolehnya menggabungkan niat dalam satu amal. Misalnya seseorang shalat dua rakaat dengan tiga niat; shalat tahiyatul masjid, shalat wudhu dan shalat dhuha. Maka atas pendapat jumhur mengatakan bahwa ini boleh. Ini adalah khilaf. Dan pendapat yang saya condong kepadanya adalah pendapat jumhur.

Namun sebagian ulama seperti Syaikh Abdurrahman As-Sa’adi Rahimahullah memberikan syarat. Yaitu harus satu level, tidak boleh yang satu wajib sedangkan yang satu sunnah, maka yang seperti ini (yang satu sunnah dan yang satu wajib) kata beliau tidak boleh digabungkan.

Sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan

Artinya kalau dia niatnya karena Allah, dia dapat pahala. Kalau dia niatnya bukan karena Allah, maka dia berdosa. Ini menunjukkan niat itu lebih baik daripada amal. Karena seseorang bisa mendapatkan pahala hanya dengan niat. Nabi mengatakan: “Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” Bahkan gara-gara niat seseorang mendapat dosa. Misalnya ada orang minum air putih, tapi dengan niat minum arak. Dia menyangka itu arak, tapi ketika dia minum ternyata air putih, maka dia berdosa. Sebaliknya ketika ada orang yang kehausan lalu mencari air, disangkanya itu air putih. Ketika diminum ternyata arak dan dia mabuk. Yang seperti ini tidaklah berdosa. Karena sama sekali tidak ada niat untuk mabuk-mabukan.

Maka dari itulah para ulama menyebutkan sebuah kaidah:

الأمور بمقاصدها

“Perkara itu sesuai dengan tujuan/maksud/niatnya apa.”

Kalau misalnya ada orang membeli pisau yang tujuannya untuk membunuh, dosa. Tapi kalau dia beli pisau tujuannya untuk memotong bawang, memasak dan yang lainnya, tidak masalah bahkan bisa berpahala. Maka niat adalah sesuatu yang sangat penting untuk kita luruskan. Bahkan Ibnu Qudamah dalam kitab beliau Mukhtashar Minhajul Qashidin menganjurkan kita untuk memperbanyak niat. Karena dengan banyaknya niat kita dapat pahala banyak, saudaraku. Misalnya kita makan, niatnya jangan hanya sebatas karena lapar saja, ini tidak berpahala. Tapi ketika kita makan dan niatnya untuk menjaga badan kita karena ini hak badan yang harus dipenuhi, juga supaya kita sehat dan kuat sehingga bisa beribadah kepada Allah, maka dengan niat seperti ini dia mendapatkan pahala, masyaAllah.

Maka saudaraku sekalian, bayangkan akan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hambaNya, sebatas dengan niat saja seseorang mendatpakan pahala atau bisa mendapatkan dosa.

Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini pada menit ke-13:10

Download mp3 Hadits Tentang Niat dan Hijrah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48649-hadits-tentang-niat-dan-hijrah/